ript Lebahnya sebagai berikut :

Minggu, 07 April 2013

ATRESIA ESOFAGUS




MAKALAH ASKEB IBU IV
ATRESIA ESOFAGUS





DISUSUN OLEH:

PEMI YULIANTI                     (110106060)





PRODI DIII KEBIDANAN UNIVERSITAS TULUNGAGUNG
TAHUN AJARAN 2012/2013
 











BAB I

PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.Atresia Esofagus meliputi kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan dengan trakhea. Pada 86%  kasus terdapat fistula trakhea oesophageal di distal, pada 7% kasus tanpa fistula Sementara pada 4% kasus terdapat fistula tracheooesophageal tanpa atresia, terjadi 1 dari 2500 kelahiran hidup.
Kemungkinan atresia semakin meningkat dengan ditemukannya polihidramnion. Selang nasogastrik masih bisa  dilewatkan pada saat kelahiran semua bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion sebagaimana juga bayi dengan mukus berlebihan, segera setelah kelahiran untuk membuktikan atau menyangkal diagnosa.
Pada atresia esofagus selang tersebut tidak akan lewat lebih dari 10 cm dari mulut  (konfirmasi dengan Rongent dada dan perut).Angka keselamatan berhubungan langsung terutama dengan berat badan lahir dan kelainan jantung, angka keselamatan bisa mendekati 100%, sementara jika ditemukan adanya salah satu faktor resiko mengurangi angka keselamatan hingga 80%  dan bisa hingga 30-50 % jika  ada dua faktor resiko.Atresia esophagus merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan insidensi rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Insidensi atresia esophagus di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi bervariasi dari 0,4-3,6 per 10.000 kelahiran hidup. Insidensi tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran hidup.Masalah pada atresia esophagus adalah ketidakmampuan untuk menelan, makan secara normal, bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi dari lambung.




1.2         Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Memahami apa itu atresia esofagus dan mengetahui asuhan kebidanan pada anak dengan atresia esofagus.
1.2.2        Tujuan khusus
1.2.2.1  Mengetahui definisi atresia esophagus
1.2.2.2  Mengetahui potofisiologi atresia Esofagus
1.2.2.3   Mengetahui etiologi atresia esophagus
1.2.2.4  Mengetahui klasifikasi Atresia Esofagus
1.2.2.5  Mengetahui tanda dan gejala Atresia Esofagus
1.2.2.6  Mengetahui Diagnosis pada Atresia Esofagus
1.2.2.7  Mengetahui Penatalaksanaan atresia esofagus
1.2.2.8  Mengetahui komplikasi yang terjadi pada Atresia Esofagus
1.2.2.9  Mengetahui pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada Atresua Esofagus
1.2.2.10    Memahami asuhan kebidanan pada atresia esofagus.

1.3            Rumusan Masalah
1.3.1  Jelaskan definisi Atresia Esofagus!
1.3.2  Jelaskan patofisiologi Atresia Esofagus!
1.3.3  Jelaskan etiologi atresia esofagus!
1.3.4  Jelaskan Klasifikasi Atresia Esofagus!
1.3.5  Sebutkan tanda dan gejala atresia esofagus !
1.3.6  Jelaskan Diagnosis pada Atrsia Esofagus!
1.3.7  Jelaskan penatalaksanaan atresia esofagus!
1.3.8  Jelaskan dan Sebutkan Komplikasi pada Atresia Esofagus!
1.3.9  Jelaskan Pemeriksaan penunjang pada Atresia Esofagus!
1.3.10 Beri contoh Asuhan Kebidanan dalam bentuk SOAP!

1.4       Manfaat Penulisan
Agar Mahasiswa dapat mengerti apa yang dimaksud dengan Atresia Esofagus,Etiologi,klasifikasi, tanda-tanda dan gejala, dan penatalaksanaa pengobatan.Atresia Esofagus adalah kelainan tidak tersambungnya saluran pencernaan dari kerongkongan ke lambung. Ada beberapa tipe untuk kelainan bawaan ini, dan paling banyak adalah tipe C yaitu sekitar 85% yaitu saluran dari kerongkongan buntu, sedangkan saluran pencernaan dari lambung yang seharusnya tersambung ke kerongkongan tetapi berbelok ke paru



BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian
Atresia esofagus pertama kali dikemukakan oleh Hirscprung seorang ahli anak dari Copenhagen pada abad 17 tepatnya pada tahun 1862 dengan adanya lebih kurang 14 kasus atresia esofagus, kelainan ini sudah di duga sebagai suatu malformasi dari traktus gastrointestinal.Tahun 1941 seorang ahli bedah Cameron Haight dari Michigan telah berhasil melakukan operasi pada atresia esofagus dan sejak itu pulalah bahwa Atresia Esofagus sudah termasuk kelainan kongenital yang bisa diperbaiki.
Di Amerika Utara insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari kelahiran hidup, angka ini makin lama makin menurun dengan sebab yang belum diketahui. Secara Internasional angka kejadian paling tinggi terdapat di Finlandia yaitu 1:2500 kelahiran hidup. Atresia Esofagus 2-3 kali  lebih sering pada janin yang  kembar.
Athresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang menghasilkan pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak memadai yang menghambat perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut. Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara (buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi krania (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula).
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.
Atresia Esofagus termasuk kelompok  kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.
Atresia esofagus adalah kelainan kongenital dari traktus digestivus yang sudah dapat dideteksi pada sebelum kelahiran (prenatal)


Atresia esofagus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan gastrointestinal (atresia duodeni atresia ani), kelainan tulang (hemivertebrata).Atresia Esofagus termasuk kelompok  kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.

2.2    Anatomi dan Fisiologi

Esofagus ( kerongkongan) merupakan salah satu organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm dan berdiameter 2 cm, terbentang dari hipofaring sampai cardia lambung, kira-kira 2-3 cm di bawah diafragma. Esofagus berfungsi sebagai jalan yang mengantarkan makanan dari mulut ke dalam lambung akibat gerak meramas- remas.
Esofagus terletak posterior terhadap jantung dan trakea, anterior terhadap vertebra dan berjalan melalui lubang diafragma tepat anterior terhadap aorta.Pada kedua ujung esofagus, terdapat otot-otot spingter, diantaranya :
Krikifaringeal


Membentuk sfingter esofagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut otot rangka. Dalam keadaan normal berada dalam keadaan tonik, atau kontraksi kecuali waktu menelan.
Sfingter Esofagus bagian bawah Bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam esofagus. Dalam keadaan normal, sfingter ini menutup kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung atau waktu bertahak atau muntah.Dinding esofagus terdiri dari 4 lapisan, yaitu :
1.        Mukosa
Terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke faring bagian atas, dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam.
2.        Sub Mukosa
Mengandung sel-sel sekretoris yang menghasilkan mukus yang dapat mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi mukosa dari cedera akibat zat kimia.
3.        Muskularis
otot bagian esofagus, merupakan otot rangka. Sedangkan otot pada separuh bagian bawah merupakan otot polos, bagian yang diantaranya terdiri dari campuran antara otot rangka dan otot polos.
4.        Lapisan bagian luar (Serosa)
Terdiri dari jaringan ikat yang jarang menghubungkan esofagus dengan struktur-struktur yang berdekatan, tidak adanya serosa mengakibatkan penyebaran sel-sel tumor lebih cepat (bila ada kanker esofagus) dan kemungkinan bocor setelah operasi lebih besar.
Persarafan utama esofagus dilakukan oleh serabut-serabut simpatis dan parasimpatis dari sistem saraf otonom. Serabut-serabut parasimpatis dibawa oleh nervus vagus yang dianggap merupakan saraf motorik. Selain persarafan ekstrinsik tersebut, terdapat juga jala-jala longitudinal (Pleksus Allerbach) dan berperan untuk mengatur peristaltik esofagus normal.
Distribusi darah esofagus mengikuti pola segmental, bagian atas disuplai oleh cabang-cabang arteria tiroide inferior dan subklavia. Bagian tengah disuplai oleh cabang-cabang segmental aorta dan artetia bronkiales, sedangkan bagian sub diafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra dan frenika inferior.Peranan esofagus adalah menghantarkan makanan dan minuman dari faring ke lambung. Pada keadaan istirahat antara 2 proses menelan, esofagus tertutup kedua ujungnya oleh sfingter esofagus atas dan bawah. Sfingter esofagus atas berguna mencegah aliran balik cairan lambung ke esofagus (Refluks).
Menelan merupakan suatu aksi fisologi kompleks, dimana makanan atau cairan berjalan dari mulut ke lambung. Juga merupakan rangkaian gerakan otot yang sangat terkoordinasi, dimulai dari pergerakanvolunter lidah & diselesaikan refleks dalam faring dan esofagus. Pada saat menelan, sfingter esofagus atas membuka sesaat untuk memberi jalan kepada bolus makanan yang ditelan. Menelan menimbulkan gelombang kontraksi yang bergerak ke bawah sampai ke lambung. Hal ini dimungkinkan dengan adanya kerja sama antara kedua lapisan otot esofagus yang berjalan sirkuler dan longitudinal (gelombang peristaltik primer) dan adanya daya tarik gravitasi. Cairan yang diminum dalam posisi tegak akan mencapai cardia lebih cepat dari gelombang peristaltik primer. Tapi pada posisi berbaring (kepala di bawah), maka cairan akan berjalan sesuai dengan kecepatan gelombang peristaltik primer.
Fase Menelan :
a.       Fase Oral
Makanan yang dikunyah oleh mulut (bolus) didorong ke belakang mengenai dinding posterior faring oleh gerakan volunter lidah
b.      Fase Faringeal
Palatum mole & uvula menutup rongga hidung, laring terangkat dan menutup glotis, mencegah makanan masuk trakea. Kemudian bolus melewati epiglotis menuju faring bagian bawah dan memasuki esofagus.
c.       Fase Esofageal
Terjadi gelombang peristaltik pada esofagus, mendorong bolus menuju sfingter esofagus bagian distal, kemudian menuju lambung.


2.3   Patofisiologi

Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif. Pada janin dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus.
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang sering kali mematikan. Trakea juga dipengaruh  oleh gangguan embriologenesis pada atresia esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa. Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pneumonia berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika terjadi refluks gastroesofagus; yang dapat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bahkan apnea.

2.4     Etiologi
Hingga saat ini, teratogen penyebab kelainan ini masih belum diketahui. Terdapat laporan yang menghubungkan atresia esofagus dalam keluarga. Terdapat 2% resiko apabila saudara telah terkena kelainan ini. Kelainan ini juga dihubungkan dengan trisomi 21, 13 dan 18. angka kejadian pada anak kembar dinyatakan 6 X lebih banyak dibanding bukan kembar.
Atresia Esofagus, Atresia Esofagus meliputi kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan dengan trakhea.         Bayi dengan Atresia Esofagus tidak mampu untuk menelan saliva dan ditandai sengan jumlah saliva yang sangat banyak dan membutuhkan suction berulang kali. Kelainan lain yang menyertai terjadi pada 50% kasus, umumnya melibatkan satu atau lebih organ yang dikenal dengan hubungan VACTERL yaitu (Vetebral defect, Malformasi anorektal, Kardiovaskuler defek, trakheoesofagus defek, kelainan ginjal & defek pada anggota tubuh).
Pada saat kelahiran semua bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion sebagaimana juga dengan bayi dengan mukus berlebihan, mengunakan selang nasogastrik masih bisa di lewatkan. 
Pada atresia esofagus selang tersebut tidak akan lewat lebih dari 10 cm dari mulut (konfirmasi dengan Rongent dada dan perut). Angka keselamatan berhubungan langsung terutama dengan berat badan lahir dan kelainan jantung, angka keselamatan bisa mendekati 100%, sementara jika ditemukan adanya salah satu faktor resiko mengurangi angka keselamatan hingga 80% dan bisa hingga 30-50 % jika ada dua faktor resiko.

2.5   Klasifikasi
1.      Atresia Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal ( 86% Vogt 111.gross C)
Merupakan gambaran yang paling sering pada proksimal esofagus, terjadi dilatasi dan penebalan dinding otot  berujung  pada mediastinum superior setinggi vetebra thoracal III/IV. Esofagus distal (fistel), yang mana lebih tipis dan sempit, memasuki dinding  posterior trakea setinggi carina atau 1-2 cm diatasnya. Jarak antara esofagus proksimal yang buntu dan fistula trakheooesofageal distal bervariasi mulai dari bagian yang overlap hingga yang berjarak jauh .
2.      Esofagus distal dan proksimal benar-benar  berakhir tanpa hubungan dengan Esofagus terisolasi tanpa fistula ( 7%, Vogg II, Gross A)
Segmen esofagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan biasanya berakhir setinggi mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus distal pendek dan berakhir pada jarak yang berbeda diatas diagframa.
3.      Fistula trakheoesofagus tanpa atresia (4%,Groos E)
Terdapat hubungan seperti fistula antara esofagus yang secara anatomi cukup intak dengan trakhea. Traktus yang seperti fistula ini bisa sangat tipis/sempit dengan diameter 3-5 mm  dan umumnya berlokasi pada daerah servikal paling bawah. Biasanya single tapi pernah ditemukan dua bahkan tiga fistula.
4.      Atresia erofagus dengan fistula trakeo esofagus proksimal (2%. Vogt III & Gross B).
Gambaran kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis terisolasi. Fistula bukan pada ujung distal esofagus  tapi berlokasi 1-2 cm diatas ujung dinding depan esofagus.
5.      Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal ( < 1% Vogt IIIa, Gross D).
Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan di terapi sebagai atresia proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran pernapasan berulang, pemeriksaan yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan dan diperbaiki keseluruhan.

2.6    Tanda-Tanda dan Gejala
Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain:
·         Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh dari mulut bayi
·         Sianosis
·         Batuk dan sesak napas
·         Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke jalan napas
·         Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam lambung dan usus
·         Oliguria  karena tidak ada cairan yang masuk
·         Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung, atresia rectum atau anus.
·         Disfagia.Atau kesadaran subjektif akan adanya gangguan tansfor aktif zat yang dimakan dari faring, merupakan gejala utama penyakit faring / esofagus. Disfagia terjadi pada gangguan non esofagus yang merupakan akibat penyakit otot atau neurologis (gangguan peredaran darah otak, miatenia gravis : distropi otot dan polio bulbaris). Sebab-sebab motorik disfagia dapat berupa ganguan peristaltik yang dapat berkurang, tidak ada atau terganggu atau akibat difungsi sfingter atas atau bawah.
·         Pirosis (Nyeri ulu hati ) Adalah gejala penyakit esofagus lain yang sering terjadi. Pirosis ditandai oleh sensasi panas, terbakar yang biasanya terasa di epigastrium atas atau di belakang prosesus xipoideus dan menyebar ke atas. Nyeri ulu hati dapat disebabkan oleh refluks asam lambung atau sekret empedu ke dalam esofagus bagian bawah, keduanya sangat mengiritasi mukosa. Refluks yang menetap disebabkan oleh inkompetensi sfingter esofagus bagian bawah dan dapat terjadi dengan atau tanpa hernia hiatus atau esofogitis.
·         Odinofagia Merupakan nyeri menelan dan dapat terjadi bersama disfagia, dapat dirasakan sebagai sensasi ketat atau nyeri membakar, tidak dapat dibedakan dengan nyeri ulu hati di bagian tengah dada. Dapat disebabkan oleh spasme esofagus yang diakibatkan oleh peragangan akut, atau peradangan mukosa esofagus.
·         Waterbrash Merupakan regurgitasi isi lambung ke dalam rongga mulut, tanpa tenaga dan diikuti oleh mukosa. Dirasakan pada tenggorokan sebagai rasa asam atau cairan panas yang pahit.
·         Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung, atresia rectum atau anus
2.7   Diagnosis
Diagnosa dari atresia esofagus / fistula trakheoesofagus bisa ditegakkan sebelum bayi lahir. Salah satu tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari pemeriksaan USG prenatal yaitu polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan amnion yang sangat banyak. Tanda ini bukanlah diagnosa pasti tetapi jika ditemukan  harus dipikirkan kemungkinan atresia esofagus.
Diagnosa Atresia Esofagus dicurigai pada masa prenatal dengan penemuan gelembung perut (bubble stomach) yang kecil atau tidak ada pada USG setelah kehamilan 18 minggu. Secara keseluruhan sensifitas dari USG sekitar 42 %. Polihidraminon sendiri merupakan indikasi yang lemah dari Atresia Esofagus (insiden 1%). Metoda yang tersedia untung meningkatkan angka  diagnostik prenatal termasuk pemeriksaan ultrasound pada leher janin untuk menggambarkan “ujung buntu” kantong atas dan menilai proses menelan janin dari MRI
Bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion seharusnya memperlihatkan selang nasogastris yang dapat lewat segera setelah kelahiran untuk menyingkirkan atresia esofagus. Bayi dengan Atresia Esofagus tidak mampu menelan saliva dan ditandai dengan saliva yang banyak, dan memerlukan suction berulang. Pada fase ini tentu sebelumnya makan  untuk pertamakali, kateter bore yang kaku harus dapat melewati mulut hingga esofagus. Pada Atresia Esofagus, kateter tidak bisa lewat melebihi 9-10 cm dari alveolar paling bawah. Rongent dada dan abdomen memperlihatkan ujung kateter tertahan. Disuperior mediatinum (T2-4), sementara gas pada perut & usus menunjukkan adanya fistula trakheoesofagus distal. Tidak adanya gas gastro intestinal menunjukkan atresia esofagus yang terisolasi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut:
  • Memasukkan selang nasogastrik
  • Rontgen esofagus menunjukkan adanya kantong udara dan adanya udara di lambung serta usus.


2.8    Penatalaksanaan
Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantong esofagus harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.
§  Penatalaksanaan Medis
Pengobatan dilakukan dengan operasi
§  Penatalaksanaan Kebidanan
a.              Bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung kedalam paru.
b.             Cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi.
c.               Bayi hendaknya dirawat dalam incubator agar mendapatkan lingkungan yang cukup hangat untuk terjadinya hipotermia
d.             Posisinya sering di ubah-ubah seperti posisi terlentang dengan kepala ditempatkan pada sandaran yang ditinggikan (sedikitnya 300), atau ditidurkan dengan posisi “prone”/ telungkup untuk menurunkan tekanan pada rongga torakal dan meminimalkan refluks sekresi lambung ke esophagus distal dan ke dalam trakea dan bronki.
e.              Pengisapan lendir/  air liur secara teratur setiap 10 – 15 menit
untuk menghilangkan penumpukan sekresi di orofaring
f.               Bayi hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru-paru berkembang ( tetapi pada type tertentu seperti TEF distal paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula sehingga bayi dapat tersedak).
Pendekatan Post Operasi
Segera setelah operasi pasien dirawat di NICU dengan perawatan sebagai berikut :
ü   Monitor pernafasan ,suhu tubuh, fungsi jantung dan ginjal
ü   Oksigen perlu diberikan dan ventilator pernafasan dapat diberi jika dibutuhkan.
ü   Analgetik  diberi jika dibutuhkan
ü   Pemeriksaan darah dan urin dilakukan guna mengevaluasi keadaan janin secara keseluruhan
ü    Pemeriksaan scaning dilakukan untuk mengevalausi fungsi esofagus
ü   Bayi diberikan makanan melalui tube yang terpasang lansung ke lambung (gastrostomi) atau cukup dengan pemberian melalui intravena sampai bayi sudah bisa menelan makanan sendiri.
ü   Sekret dihisap melalui tenggorokan dengan slang nasogastrik.
Perawatan di rumah sakit lebih kurang 2 minggu atau lebih, tergantung pada terjadinya komplikasi yang bisa timbul pada kondisi ini. Pemeriksaan esofagografi dilakukan pada bulan kedua, ke enam, setahun setelah operasi untuk monitor fungsi esophagus.

2.9 Komplikasi
Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan fistula            atresia  esophagus        adalah  sebagai            berikut:
1.       Dismotilitas esophagus.
Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan minum.
2.       Gastroesofagus refluk.
Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
3.       Trakeo esogfagus fistula berulang.
Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.
4.       Disfagia atau kesulitan menelan.
Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5.       Kesulitan bernafas dan tersedak.
Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan            ke dalam trakea.
6.       Batuk kronis.
Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
7.       Meningkatnya infeksi saluran pernafasan.
Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontak dengan orang yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.
2.10        Pemeriksaan Penunjang

1.                  Pemeriksaan radiologi biasanya digunakan sebagai screening non-invasif untuk mendiagnosis penyakit motilitas esofagus. Biasanya pasien dengan disfagi memiliki beberapa pemeriksaan konvensional, seperti pemeriksaan barium atau endoskopi
2.                  Foto Thorax adalah Gambaran penebalan pada dinding posterior trakea merupakan suatu petunjuk adanya kelainan pada esofagus. Dimana jika didapatkan penebalan difus pada mediastinum dengan air fluid level dapat disuspek dengan akalasia. Untuk massa pada esofagus cukup jarang dideteksi dengan foto rontgen dada. Akan tetapi pemeriksaan ini merupakan kunci untuk mengevaluasi motilitas, refluks, dan aspirasi
2.         Foto polos abdomen memperlihatkan kepadatan seperti suatu massa di tempat intususepsi.
3.       Foto setelah pemberian enema barium memperlihatkan gagguan pengisisan atau pembentukan cekungan pada ujung barium ketika bergerak maju dan dihalangi oleh intususepsi tersebut.
4.       Plat datar dari abdomen menunjukkan pola yang bertingkat (invaginasi tampak seperti anak tangga).
5.       Barium enema di bawah fluoroskopi menunjukkan tampilan coiled spring pada usus.
 6.       Ultrasonogram dapat dilakukan untuk melokalisir area usus yang masuk.









BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan

Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara (buntu), pada esofagus (+).Atresia esofagus adalah kelainan kongenital dari traktus digestivus yang sudah dapat dideteksi pada sebelum kelahiran (prenatal).

3.2    Saran
            Dengan terciptanya makalah ini yang membahas Atresia Esofagus , diharapkan kepada semua orang khususnya pada wanita hamil untuk mencukupi nutrisi khususnya asam folat guna mengurangi resiko cacat konginetal pada janin. Serta dengan mengurangi minum jamu dan mengurangi tarak terhadap makanan sehingga nutrisi janin dalam kandungan ( intrauteri ) terpenuhi secara lengkap









DAFTAR PUSTAKA

Sudarti, M.Kes, Khoirunnisa Endang, SST.Keb, Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita.
Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6. Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianianingsih (ed), Monica Ester
Clarck, Dwayne C. Esophagealatresia and Tracheosophageal Fistula. (online) 15 Februari 1999 .
Keith, A, Kroinemer. Alison, Syndor, Warwick. Esophageal atresia/trakeoesophageal fistula. (online) 9 April 2008. (cited) 11 Desember 2008.
Lucile Packard Children’s hospital. Tracheosophageal Fistula and Esophagealatresia (online) 20 Oktober 2008 . (cited) 13 Desember 2008.
Michigan Multimedia, Dept. Of Surgery. Esophageal Atresia (online) 20 Oktober 2008 . (cited) 13 Desember 2008.
Suhemi, K,H. Atresia Esofagus. (online) 17 Juli 2008. (cited) 11 Desember 2008.
Nelson, E, Waldo. Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook Of Pediatrics) Ed.15 Vol.2. Jakarta. EGC : 2005.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar